Sejarah Monpera
Bangunan Monpera berdiri kokoh di pinggir Jl Merdeka, persis di samping Mesjid Agung. Ciri khasnya ada enam cagak (tiang) beton yang kokoh bertautan tiga-tiga di bagian samping kiri dan kanannya. Juga terpampang relief yang menggambarkan suasana pertempuran lima hari lima malam di kota Palembang melawan penjajah Belanda.
Peletakan Batu Pertamanya dan pemancangan tiang bangunan pada tanggal 17 Agustus 1975 dan diresmikan pada tanggal 23 Februari 1988 oleh Menko Kesra Alamsyah Ratu Perwira Negara. Banyak juga pejuang meninggal sehingga dibuat tugu di samping jalan Tenggkuruk atau taman Nusa Indah .Untuk mengenang para pahlawan dalam pertempuran tersebut maka dibentuklah monument yaitu MONPERA.
Didalam Museum ini kita dapat melihat berbagai jenis senjata yang dipergunakan dalam pertempuran tersebut termasuk berbagai dokumen perang dan benda-benda bersejarah lainnya.
Sejak peletekan batu pertama tanggal 17 Agustus 1975 lalu, pertanda dimulainya pembangunan, Monpera baru selesai sekitar 12 tahun ke depan. Dari masa Gubernur Asnawi Mangku Alam, peresmian oleh Menko Kesra RI H Alamsyah Ratu Perwiranegara tanggal 23 Februari 1988 dilakukan pada masa Gubernur H. Sainan Sagiman.
Biaya APBD Pemda Sumsel tahun 1980 hingga 1988 mencapai Rp1.181.351.800. Dengan biaya sebesar ini, tiap sudut Monpera dibuat hingga memiliki makna khusu. Inilah yang menjadi keunikan dan daya tarik Monpera.
Masuk dari bagian depan, enam cagak beton bertautan tiga-tiga dibatasi jalan masuk plaza Monpera mengambarkan satu kesatuan wilayah pertahanan masa perang kemerdekaan. Terdiri keresidenan Palembang, Lampung, Bengkulu, Jambi dan Babel.
Sedikit maju terdapat gading gajah besar (binatang penghuni hutan pedalaman Sumsel,red) terbuat dari batu pualam ditandantangani oleh Menko Kesra RI Alamsyah Ratu Perwiranegara. Ibarat pepatah “Gajah mati meninggalkan gading”, gading ini diartikan perjuangan pahlawan yang gugur meninggalkan darma baktinya bagi negara dan bangsa. Gading ini diarahkan simetris dengan lambang Garuda tempampang besar di Monpera. Diartikan bahwasnya kemerdekaan, merupakan modal dasar pembangunan bangsa.
Bentuk bangunan secara umum menyerupai melati berkelopak lima. Melambangkan putih dan murninya perjuangan pahlawan. Tinggi gedung mencapai 17 meter, jalur tampak depan mencapai angka delapan, sedangkan jumlah jalur dan bidang mencapai 45 melambangkan waktu diproklamirkanya kemerdekaan.
Ada juga beton dibangun menanjak ke atas di dua sisi, serta bagian gedung utama. Tiap sisi dibangun tiga jalur sehingga berjumlah sembilan. Diartikan sebagai “Batanghari sembilan”. Jumlah sembilan anak mengaliri Sumsel yang bermuara ke sungai Musi.
“Ada juga dua relief dibangun di sisi kiri kanan gedung mengambarkan penderitaan rakyat pada masa Jepang dan pertempuran lima hari lima malam
Di dalam Monpera sendiri terdiri dari delapan lantai. Lima lantai bawah diisi dijadikan sebuah musium. Di lantai ini dipajang tokoh pejuang kemerdekaan. Dr AK Gani, Drg M Isa, Mayjend H Hasan Kasim, Letjend H Bambang Utoyo, Residen H Abdul Rozak, Kol Barlian serta Letjend H Harun Sohar.
“Selain gambar tokoh pejuang, gambar semasa perang kemerdekaan, tokoh ini juga dibuatkan patung perunggu dari kepala hingga ke badan ,yang cukup menarik, pajangan senjata zaman kemerdekaan. Dari samurai Jepang, kecepek, pistol, serta senjata berat lainya.
Pengunjung pun bisa menapakan kaki hingga ke bagian teratas Monpera untuk melihat suasana Palembang dari ketinggian. Namun, tangga di buat dari lantai 6 hingga ke puncak terbuat dari tangga besi yang cukup curam. Berbeda dengan tangga dibuat dari lantai dasar hingga lantai lima terbuat dari beton yang mudah dilewati pengunjung. Tetapi, curamnya tangga untuk mencapai ke bagian teratas tersebut sebenarnya diartikan sebagai perjuangan para pahlawan untuk mendapatkan kemerdekaan.
Pengunjung pun bisa menapakan kaki hingga ke bagian teratas Monpera untuk melihat suasana Palembang dari ketinggian. Namun, tangga di buat dari lantai 6 hingga ke puncak terbuat dari tangga besi yang cukup curam. Berbeda dengan tangga dibuat dari lantai dasar hingga lantai lima terbuat dari beton yang mudah dilewati pengunjung. Tetapi, curamnya tangga untuk mencapai ke bagian teratas tersebut sebenarnya diartikan sebagai perjuangan para pahlawan untuk mendapatkan kemerdekaan.
Di lantai dua, Anda dapat melihat 14 pucuk senjata yang sebagian besar merupakan hasil pampasan perang zaman sebelum kemerdekaan. Ada senjata jenis pistol, senapan, kecepek, ranjau hingga alat pelontar bom yang kerab dipakai pejuang tempo doeloe.
“Untuk keamanan bersama, senjata-senjata itu kita tempatkan di ruang khusus berdinding kaca. Hanya dapat dilihat dari luar. Ini tak lain untuk mengantisipasi ulah tangan-tangan jahil,” Naik ke lantai tiga museum, terdapat patung yang merupakan replika wajah dari keenam pejuang kemerdekaan asal Sumsel. Juga ada koleksi pakaian dinas baik sipil maupun militer yang dipakai keenam tokoh perjuangan dalam merebut kemerdekaan, itu. Lantai empat hanya dipakai untuk kantor.
“Untuk keamanan bersama, senjata-senjata itu kita tempatkan di ruang khusus berdinding kaca. Hanya dapat dilihat dari luar. Ini tak lain untuk mengantisipasi ulah tangan-tangan jahil,” Naik ke lantai tiga museum, terdapat patung yang merupakan replika wajah dari keenam pejuang kemerdekaan asal Sumsel. Juga ada koleksi pakaian dinas baik sipil maupun militer yang dipakai keenam tokoh perjuangan dalam merebut kemerdekaan, itu. Lantai empat hanya dipakai untuk kantor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar